Cerpen

SEBUAH PILIHAN
Lembayung pagi melambai, menjuntai, tetesan embun berkilau merayap dipunggung dedaunan diterpa mentari .Burung pipitpun bernyanyi indah menyambut pagi yang begitu cerah. Ira tampak sibuk didepan kaca kamarnya. Rok abu-abu yang panjangnya tak sampai lutut dan baju putih ketat telah disandangnya. Ira tengah disibukkan dengan rambutnya yang sebahu, berwarna kemerah merahan dan lurus. Pukul 06.00 tampak terlihat jam di dinding kamarnya, Ira tergesa-gesa, dia kenakan sepatu  kemudian bergegas keluar. Diluar temannya sudah menunggu. Novi temen sekelasnya, dengan seragam panjang dan berkerudung siap dengan motornya. Ira dan Novi berangkat dengan hati yang penuh harap - harap cemas. Karena hari ini adalah hari yang sangat berarti, hari pengumuman hasil UAN.
Sampailah Ira dan Novi disekolahnya. Setelah sepeda motor yang mereka tumpangi diparkirkan, kaki muda mereka melangkah menuju pintu gerbang masuk ke area kelas. Guru-guru sudah berjajar rapih di pintu gerbang siap dengan uluran jabat tangan menyambut para siswa yang datang. Itulah budaya yang sangat khas dilakukan di SMK N I Pandak.
Ira dan Novi segera menuju tempat dimana papan pengumuman dipajang. Heeeeemmmmm hela nafas panjang mereka karena kelelahan dan kecewa mengetahui  hasil UAN belum tertempel dipapan pengumuman. Akhirnya mereka berdua mencari tempat untuk duduk menenangkan diri dan melepas lelah sejenak.
Tiba – tiba ira berkata, ”Vi.....?? ”
”Iya ada apa ra?” jawab Novi dengan penuh penasaran sambil memperhatikan bola mata Ira. Seakan ada hal yang sangat penting yang akan diutarakan oleh sahabatnya itu.
 ” Vi.....aku selalu berfikir bukankah memakai jilbab itu wajib bagi kita seperti kita diwajibkan untuk sholat lima waktu?” Tiba tiba pertanyaan itu keluar dari mulut Ira yang slama ini tak pernah terlihat memakai jilbab.
Novi merasa aneh dan heran kenapa Ira bertanya seperti itu ” iya kamu betul ra”.
”Vi, kamu lebih beruntung dari pada aku, meski dirumah belum pakai kerudung tapi ketika kamu pergi atau ke sekolah, kamu sudah bisa menggunakan pakaian wajib itu, sedang aku...”. Ira berkata sambil berlinang matanya ada kesedihan yang dalam karena dia belum bisa menunaikan kewajiban itu.
”Berapa banyak ya dosaku karena tidak menunaikan kewajiban untuk menutup aurot ini? Padahal aku sudak baligh sejak kelas 3 SLTP dan sekarang aku kelas 3 SMK yang tinggal beberapa menit lagi ketentuan lulus atau tidak lulus akan segera aku ketahui ...”.
Huuuuh Ira menarik nafas karena dadanya mulai terasa sesak dengan penyesalan.
”Iya ra, aku juga berfikir sama seperti kamu. Aku ingin setelah lulus nanti merantau kemudian aku akan memakai Jilbab. Aku rasa itu lebih mudah untuk sebuah perubahan”. Balas Novi menanggapi kata-kata Ira.
Seyum Ira pun terkembang, seakan ia menemukan solusi akan kemelut dan kegelisahan hatinya.
” Iya kamu betul Vi, aku juga akan seperti itu, habis lulus aku akan pergi dan aku akan berubah, Vi kita sama-sama menguatkan ya untuk mencapai niat kita ini dan semoga Allah masih  memberi kesempatan hidup untuk kita berdua” kata Ira sambil menatap Novi dengan penuh harapan dan semangat.
Novi terseyum melihat sahabatnya yang begitu kuat dan semangat untuk berubah menjadi lebih baik.
Riuh gaduh mulai terdengar dari arah papan pengumuman. Ira dan Novi segera beranjak dan berlari menuju papan pengumuman. Tak peduli dengan banyaknya orang, keduanya menerobos diantara berjubalnya siswa yang ingin tau hasil belajarnya selama 3 tahun. ”Alhamdulillah........... Novi aku lulus”. Triak Ira bahagia.
”Aku juga.......”. Jawab Novi.
Mereka berpelukan dan memberi ucapan selamat. Mengetahui hasil yang sangat memuaskan, Ira ingin segera pulang untuk menyampaikan kabar gembira itu kepada keluarganya terlebih kedua orangtuanya. Novi juga memiliki keinginan yang sama. Mereka langsung segera menuju parkiran, sesat kemudian motor itu melaju kencang penuh dengan luapan kegembiraan.
Ira turun tepat didepan rumahnya. Setelah mengucapkan terimaskasih dia langsung menuju kedalam rumah. Pertama kali yang dia cari adalah sesosok wanita mulia yang telah melahirkannya.
”Ibu....aku lulus Bu....”. Ungkap Ira smabil memeluk ibunya.
”Alhamdulillah....” balas sang Ibu.
Malam datang menjelang, bintang-bintang bertaburan diantara rembulan yang tengah malu-malu menampakan cahayanya. Ira termenung dikamar sendiri, dia teringat akan percakapnya dengan Novi pagi tadi. Ira trus memikirkan keinginannya memakai jilbab dan trus menghitung-hitung dosa karena tidak menjalankan kewajiban menutup aurot. Cairan hangat dari kedua matanya meleleh mengalir dipipinya
”Ya Allah ampunilah dosa hambaMu ini, yang tak mampu menjadi hambaMu yang bertaqwa. Ya Allah berikan aku jalan untuk menjadi lebih baik lagi, untuk menjalankan kewajiban yang telah engkau wajibkan untuk hambaMu yang bernama Wanita”. Rintih Ira disela isak tangisnya.
” Aku harus berbuat sesuatu” tekad Ira dalam hati.
Jemarinya yang lentik menyapu lembut air mata dipipinya. Kemudia dia keluar mencari Ibunya untuk mengungkapkan keinginannya memakai jilbab. Ira bermaksud meminta uang untuk membeli pakaian muslimah karena memang dia belum memiliki satupun. Didapatinya sang ibu tengah berbincang-bincang dengan kakanya diruang tamu. Ira duduk didekat ibu dan kakaknya dengan tertunduk. Hatinya berkecamuk, dia ingin mengungkapkan maksudnya, tapi bibir terasa amat berat digerakkan. Hingga matanya mulai berlinang namun dengan sekuat tenaga dia menahannya.
bersambung....

Read More..